Temuan WoodMac Tarif Trump Jadi Boomerang Hantam Sektor Energi AS, Lihat Saja
Tarif AS yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump menimbulkan kerusakan parah di seluruh sektor energi di Negeri Paman Sam.
Kerusakan itu dari mulai dari produksi minyak hingga pengembangan energi terbarukan, ungkap sebuah analisis baru.
Kebijakan tarif pemerintahan Trump menjadi bumerang bagi sektor energi AS. Penelitian terbaru dari Wood Mackenzie (WoodMac), sebuah firma konsultan analisis energi dan sumber daya alam terkemuka menunjukkan bahwa perang dagang dapat mengikis proyeksi pertumbuhan permintaan minyak, menghambat investasi energi terbarukan, dan memaksa negara itu ke dalam isolasi energi berbiaya tinggi yang merusak daya saing globalnya.
Penelitian yang dirilis akhir Mei itu mengatakan bahwa pengumuman tarif Trump telah mengancam pertumbuhan ekonomi global secara signifikan.
Tarif AS yang luas dan terkesan cuma aksi balas dendam saja akan menghancurkan hubungan perdagangan yang sudah mapan dan mempercepat mundurnya dari globalisasi, menurut firma itu.
WoodMac mengembangkan tiga skenario untuk menilai dampak kebijakan perdagangan Trump, dengan skenario "perang dagang" yang paling parah memproyeksikan tarif efektif AS melebihi 30 persen. Berdasarkan skenario ini, PDB global diproyeksikan akan berkontraksi sebesar 2,9 persen pada tahun 2030, menurut analisisnya.
Industri minyak, landasan kemandirian energi AS, menghadapi konsekuensi yang sangat parah di bawah rezim tarif Trump.
Dalam skenario terburuk, permintaan minyak global akan mengalami "penurunan langsung" pada tahun 2026.
Pertumbuhan permintaan akan berlanjut mulai tahun 2027, tetapi permintaan keseluruhan pada tahun 2030 masih akan 2,5 juta barel per hari lebih rendah daripada skenario yang paling optimis.
Harga minyak akan anjlok hingga rata-rata 50 dolar AS per barel pada tahun 2026, yang akan menjadi pukulan telak bagi produsen dari AS, sebagaimana penelitian WoodMac menunjukkan bahwa "ekonomi pengeboran di Lower 48 tidak akan mendukung pertumbuhan produksi dengan minyak mentah pada harga 50 dolar per barel, meskipun perusahaan berambisi untuk terus menekan harga," jelasnya.
(责任编辑:知识)
- Belajar dari Kasus Mama, Kementerian UMKM Gandeng Advokat Berikan Pendampingan Hukum bagi UMKM
- Rosan Roeslani Bantah Ray Dalio Mundur dari Danantara
- BKKBN Targetkan Tiap Keluarga Punya 1 Anak Perempuan, Ini Alasannya
- Cetak Sejarah, Puteri Indonesia Harashta Juara Miss Supranational
- Keluar Pakai Rompi Oranye, Bupati Nganjuk: Saya Minta Maaf
- Anies Baswedan Sebut Proses Tahapan Pilpres Berjalan Tidak Adil
- Zuckerberg Bergaya ala Musk, Meta Makin Agresif
- Redefinisi Couture Radikal oleh Demna untuk Balenciaga
- Kenapa Anak SD Bisa Tinggi Sampai Dua Meter? Ini Penjelasan Dokter
- FOTO:Kisah Pembersih Kaca Gedung Pencakar Langit yang Takut Ketinggian
- Apa Saja Pantangan yang Tidak Boleh Dilakukan pada Bulan Suro?
- Prabowo: Indonesia–Prancis Bisa Berkontribusi untuk Stabilitas Global
- Kisah dan Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Perang Badar
- Prudential Syariah Tegaskan Dominasi di Industri Asuransi Halal
- FOTO: Nasib Hewan Kebun Binatang Gaza Mengungsi Saat Agresi Israel
- Archied Nakhodai Intiland, Kawasan Industri Jadi Amunisi
- Emiten Milik TP Rachmat Ini Mantap Ekspansi Energi Terbarukan
- Susno Duadji Beberkan Tiga PR Besar Pemerintah untuk Tuntaskan Masalah Pejabat Berekening Gendut
- Anies Baswedan
- Wamenperin Akui Penjualan Mobil Drop, 'Kondisi Global'